Analisis Kebijakan Relaksasi Pengkreditan Pajak Masukan: Implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021
Pendahuluan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 (PMK 18/2021) telah mengintroduksi kebijakan relaksasi pengkreditan pajak masukan, yang bertujuan untuk menyeimbangkan aspek hak dan kewajiban wajib pajak dalam konteks pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Studi ini akan menganalisis implikasi dan mekanisme implementasi kebijakan tersebut.
Latar Belakang Kebijakan
Sebelum diberlakukannya PMK 18/2021, terdapat asimetri antara kewajiban retroaktif dan hak wajib pajak terkait pengukuhan PKP. Wajib pajak dikenakan sanksi atas keterlambatan pengukuhan, namun tidak dapat mengkreditkan pajak masukan sebelum pengukuhan. Kebijakan baru ini bertujuan mengatasi ketidakseimbangan tersebut.
Mekanisme Pengukuhan PKP
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, pengusaha dengan penyerahan terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencapai Rp4,8 miliar wajib dikukuhkan sebagai PKP. Batas waktu pelaporan adalah akhir bulan berikutnya setelah mencapai threshold tersebut. Pengukuhan dapat dilakukan secara mandiri atau melalui penetapan jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Implementasi Kebijakan Relaksasi
PMK 18/2021 Pasal 65 ayat (1) menetapkan bahwa pajak masukan sebelum pengukuhan PKP dapat dikreditkan sebesar 80% dari pajak keluaran yang seharusnya dipungut. Periode yang dapat dikreditkan adalah sejak wajib pajak seharusnya dikukuhkan hingga tanggal pengukuhan aktual.
Studi Kasus: Penerapan Kebijakan
Untuk mengilustrasikan implementasi kebijakan ini, kita dapat menganalisis contoh kasus PT XYZ:
1. Diketahui:
- Peredaran bruto 2021: Rp4.500.000.000 (belum wajib PKP)
- Mencapai threshold Rp4.800.000.000 pada 7 Mei 2022
- Batas pengukuhan PKP: 30 Juni 2022
- Pengukuhan aktual: 19 Oktober 2022
2. Hasil pemeriksaan (Juni 2023):
- Peredaran bruto 2022: Rp10.000.000.000
- Penyerahan pasca pengukuhan (19 Oktober - 31 Desember 2022): Rp1.700.000.000
- Penyerahan periode wajib PKP - pengukuhan (30 Juni - 18 Oktober 2022): Rp2.500.000.000
3. Analisis penghitungan:
- Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut: Rp2.500.000.000 x 11% = Rp275.000.000
- Pajak Masukan yang dapat dikreditkan: Rp275.000.000 x 80% = Rp220.000.000
- PPN Kurang Bayar: Rp275.000.000 – Rp220.000.000 = Rp55.000.000
Implikasi Kebijakan
Implementasi kebijakan relaksasi ini menghasilkan penurunan signifikan dalam jumlah PPN Kurang Bayar, dari potensi Rp275.000.000 menjadi Rp55.000.000. Konsekuensinya, beban sanksi yang harus ditanggung wajib pajak juga mengalami reduksi substansial.
Kesimpulan
Kebijakan relaksasi pengkreditan pajak masukan melalui PMK 18/2021 merepresentasikan upaya pemerintah dalam menyeimbangkan aspek keadilan fiskal. Meskipun demikian, efektivitas jangka panjang kebijakan ini perlu direview lebih lanjut untuk memastikan keselarasan dengan tujuan peningkatan kepatuhan pajak dan penerimaan negara.
Untuk konsultasi akuntansi dan perpajakan, hubungi kami melalui whatsapp: 081380935185 (Nurtiyas)