Terlambat Bayar PBB? Ini Konsekuensi dan Cara Menghitung Dendanya
Studi Kasus:
Tuan A menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB pada 10 Mei 2024 dengan nilai pajak terutang sebesar Rp1.000.000. Namun, karena berbagai kesibukan, beliau baru sempat melakukan pembayaran pada 10 Desember 2024. Pertanyaannya, apa konsekuensi yang harus dihadapi Tuan A?
Konsekuensi Keterlambatan:
Meskipun Tuan A sudah membayar hutang pokok PBB sebesar Rp1.000.000 pada 10 Desember 2024, beliau akan menerima Surat Tagihan Pajak (STP) yang berisi tagihan denda administrasi sebesar Rp40.000. Ini karena pembayaran dilakukan setelah melewati jatuh tempo yang ditetapkan.
Cara Menghitung Denda PBB
Perhitungan denda sebesar Rp40.000 diperoleh dengan rumus: 2% × 2 bulan × Rp1.000.000 = Rp40.000
Mengapa dihitung 2 bulan? Ini berkaitan dengan mekanisme perhitungan jatuh tempo dan keterlambatan dalam sistem perpajakan Indonesia.
Memahami Jatuh Tempo Pembayaran PBB
Berdasarkan Undang-Undang PBB, jatuh tempo pembayaran SPPT adalah 6 bulan sejak tanggal diterima. Dalam kasus Tuan A:
- Tanggal terima SPPT: 10 Mei 2024
- Jatuh tempo pembayaran: 9 November 2024 (6 bulan kemudian)
- Tanggal pembayaran aktual: 10 Desember 2024
- Keterlambatan: 1 bulan 1 hari
Yang menarik, dalam sistem perpajakan Indonesia, keterlambatan 1 hari saja sudah dihitung sebagai 1 bulan penuh. Oleh karena itu, keterlambatan 1 bulan 1 hari dihitung sebagai 2 bulan untuk keperluan pengenaan denda.
Landasan Hukum Pengenaan Denda PBB
Pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran PBB memiliki dasar hukum yang kuat berdasarkan Undang-Undang PBB:
Pasal 10 ayat (1) UU PBB
"Berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang."
Pasal ini mengatur tentang penerbitan SPPT berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak yang disampaikan wajib pajak.
Pasal 11 ayat (1) UU PBB
"Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh wajib pajak."
Ketentuan ini menetapkan bahwa pajak PBB harus dibayar dalam waktu maksimal 6 bulan sejak SPPT diterima wajib pajak.
Pasal 11 ayat (3) UU PBB
"Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan."
Pasal inilah yang menjadi dasar pengenaan denda 2% per bulan atas keterlambatan pembayaran PBB, dengan maksimal pengenaan denda selama 24 bulan.
Pasal 11 ayat (4) UU PBB
"Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak oleh wajib pajak."
Ketentuan ini mengatur bahwa denda administrasi beserta hutang pajak akan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak yang harus dibayar dalam waktu 1 bulan sejak diterima
Disclaimer: Artikel ini disusun untuk tujuan informasi dan edukasi. Pembaca disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional sebelum mengambil keputusan terkait perpajakan berdasarkan informasi dalam artikel ini.