Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Harus Direkam

Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Harus Direkam

Dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang KUP di jelaskan bahwa "pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan."

Bahwa dalam rangka meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), menjaga integritas dan profesionalisme, serta untuk meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, salah satu isi peraturan yang ditetapkan oleh DJP adalah mengenai keharusan merekam (audio dan visual) saat pertemuan dalam rangka pemeriksaan lapangan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP). 

Hal tersebut dimuat dalam pasal 3 ayat (2) PER-07/PJ/2017, "Pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak harus dilakukan:
a. pada waktu dan tempat sesuai dengan surat panggilan; dan
b. di ruangan khusus yang memiliki alat perekam suara (audio) dan gambar (visual)."

Direktorat Jenderal Pajak juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-10/PJ/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, dalam materi angka 3c SE-10/PJ/2017 disebutkan "1) Pertemuan dengan Wajib Pajak harus dilakukan pada waktu dan tempat sesuai dengan Surat Panggilan dan dilakukan di ruangan khusus yang memiliki alat perekam suara (audio) dan gambar (visual)."

Sebelum melakukan pengujian data wajib pajak dalam rangka pemeriksaan lapangan, pemeriksa harus mengadakan pertemuan dengan wajib pajak untuk menggali informasi sebanyak mungkin tentang wajib pajak, informasi usaha yang dijalankan wajib pajak, dan meminjam buku, catatan dan dokumen wajib pajak. 

Selain itu perekaman (audio dan visual) juga harus dilakukan oleh pemeriksa saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yaitu dalam rangka menjamin Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dilaksanakan secara objektif. Hal tersebut dimuat dalam Materi angka 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2016 "Dalam rangka menjamin Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dilaksanakan secara objektif pada saat pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan:
a. Pemeriksa Pajak harus melakukan perekaman (recording) dengan menggunakan alat bantu perekaman (audio dan/atau visual) pada saat pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
b. Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa akan dilakukan perekaman terhadap pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
c. Hasil perekaman merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan."

Perekaman itu tentunya tidak untuk di abaikan karena hal tersebut merupakan bagian dari prosedur pemeriksaan yang harus di laksanakan, sehingga apabila dalam proses pemeriksaan pajak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan seperti: wajib pajak menyogok pemeriksa pajak atau sebaliknya pemeriksa pajak memeras wajib pajak, atau terjadi persekongkolan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak yang dapat merugikan negara, dengan adanya rekaman audio dan visual tersebut bisa dijadikan alat bukti tindakan-tindakan para pihak dalam melanggar peraturan perundang-undangan. Hal-hal mengenai Ketentuan Pidana Perpajakan bisa anda lihat selengkapnya disini.

 

Dasar Hukum:

  • UU KUP
  • PER-07/PJ/2017
  • SE-10/PJ/2017
  • SE-12/PJ/2016