Dividen WPOPDN: Dari Objek Pajak hingga Pengecualian

Dividen WPOPDN: Dari Objek Pajak hingga Pengecualian

Perubahan regulasi perpajakan di Indonesia terus berlangsung, termasuk dalam hal perlakuan pajak atas dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN). Mari kita telusuri perubahan tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap para pemegang saham individu.

Sebelum UU Cipta Kerja: Dividen sebagai Objek Pajak

Sebelum diberlakukannya UU Cipta Kerja, dividen yang diterima WPOPDN dari Perseroan Terbatas (PT) dalam negeri merupakan objek pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU Pajak Penghasilan, dividen dalam bentuk apapun termasuk ke dalam pengertian penghasilan yang menjadi objek pajak.

Tarif pajak yang dikenakan atas dividen ini adalah 10% dan bersifat final, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan dan Pasal 1 PP No. 19 Tahun 2009. Pemotongan pajak dilakukan oleh pihak yang membayar dividen, sesuai dengan Pasal 2 PP No. 19 Tahun 2009.

Pasca UU Cipta Kerja: Fleksibilitas Perlakuan Pajak

Setelah terbitnya UU Cipta Kerja yang kemudian diikuti dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terjadi perubahan signifikan. Dividen yang diterima WPOPDN dari PT dalam negeri bisa menjadi objek pajak, namun juga bisa dikecualikan dari objek pajak dengan syarat tertentu.

1. Dividen sebagai Objek Pajak
   Jika syarat pengecualian tidak terpenuhi, dividen tetap menjadi objek pajak dengan tarif 10% final. Namun, berbeda dengan ketentuan sebelumnya, kini pajak tersebut wajib disetor sendiri oleh WPOPDN penerima dividen.

2. Dividen sebagai Bukan Objek Pajak
   Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Pajak Penghasilan, dividen dapat dikecualikan dari objek pajak jika memenuhi syarat berikut:
- Dividen diinvestasikan kembali di wilayah Indonesia

- dilakukan sesuai dengan kriteria bentuk investasi
- Investasi dilakukan dalam jangka waktu tertentu

Studi Kasus: Investasi Dividen Pak Budi

Pak Budi, seorang WPOPDN, menerima dividen sebesar Rp100 juta pada tanggal 29 Desember 2023 dari PT Maju Bersama, sebuah perusahaan dalam negeri. Mengetahui adanya opsi pengecualian pajak, Pak Budi memutuskan untuk menginvestasikan kembali dividennya.

Skenario 1: Investasi Penuh
Pak Budi menginvestasikan seluruh Rp100 juta dalam bentuk saham di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 30 Januari 2024. Investasi ini dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan sejak penerimaan dividen dan direncanakan untuk dipegang selama minimal 3 tahun pajak. Dalam kasus ini, seluruh dividen Pak Budi dikecualikan dari objek pajak.

Skenario 2: Investasi Parsial
Pak Budi hanya menginvestasikan Rp80 juta dari total Rp100 juta dividen yang diterima. Dalam situasi ini:
- Rp80 juta yang diinvestasikan dikecualikan dari objek pajak
- Rp20 juta sisanya dikenakan pajak 10% final, atau sebesar Rp2 juta
- Pak Budi wajib menyetor sendiri pajak sebesar Rp2 juta tersebut 

Skenario 3: Investasi Terlambat
Pak Budi baru menginvestasikan seluruh dividennya pada tanggal 1 Mei 2024, melewati batas waktu 3 bulan. Dalam kasus ini, seluruh dividen Rp100 juta menjadi objek pajak. Pak Budi harus membayar pajak 10% final sebesar Rp10 juta dan menyetorkannya sendiri.

Kesimpulan

Perubahan regulasi ini memberikan fleksibilitas bagi WPOPDN dalam mengelola dividen yang diterima. Dengan memanfaatkan opsi investasi, Wajib Pajak dapat mengoptimalkan penghasilan mereka sambil mendukung perekonomian nasional. Namun, penting untuk memperhatikan syarat dan ketentuan yang berlaku agar dapat memanfaatkan fasilitas pengecualian pajak ini dengan optimal.

Untuk konsultasi permasalahan perpajakan dapat mengubungi kami ND TAX AND LAW sebagai konsultan hukum dan perpajakan.