Ketentuan Pajak Sarang Burung Walet
1. Definisi
Pajak Sarang Burung Walet adalah Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. (Pasal 1 angka 59 UU HKPD)
2. Pemungut Pajak
Pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri atas: Pajak Sarang Burung Walet (Pasal 4 ayat (2) huruf g UU HKPD)
3. Wilayah Pemungutan
Wilayah Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. (Pasal 22 ayat (4) PP 35 Tahun 2023)
4. Objek Pajak
Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. (Pasal 76 ayat (1) UU HKPD)
5. Dikecualikan dari Objek Pajak
Yang dikecualikan dari objek Pajak Sarang Burung Walet adalah:
- a. pengambilan sarang Burung Walet yang telah dikenakan penerimaan negara bukan pajak; dan
- b. kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Perda. (Pasal 76 ayat (2) UU HKPD)
6. Subjek dan Wajib Pajak
Subjek Pajak & Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang Burung Walet. (Pasal 77 UU HKPD)
7. Saat Terutang
Saat terutang Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. (Pasal 22 ayat (3) PP 35 Tahun 2023)
8. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual sarang Burung Walet. Nilai jual sarang Burung Walet dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang Burung Walet yang berlaku di Daerah yang bersangkutan dengan volume sarang Burung Walet. (Pasal 78 UU HKPD)
9. Tarif Pajak
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dengan Perda. (Pasal 79 UU HKPD)
10. Pelaporan Pajak
Wajib Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD. (Pasal 68 ayat (2) PP 35 Tahun 2023)
11. Intensitas Pelaporan
(i) Pelaporan SPTPD dilakukan setiap masa Pajak.
(ii) Masa Pajak merupakan jangka waktu yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk menghitung Pajak terutang yang harus dibayarkan atau disetorkan ke kas Daerah dan dilaporkan dalam SPTPD.
(iii) Masa Pajak yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
(iv) Kepala Daerah menetapkan jangka waktu penyampaian SPTPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya masa Pajak. (Pasal 69 PP 35 Tahun 2023)
12. Sanksi Administrasi
(i) Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan SPTPD dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda.
(ii) Besaran sanksi administratif berupa denda diatur dengan Perda. (Pasal 70 PP 35 Tahun 2023)
(iii) Atas pembetulan SPTPD yang menyatakan kurang bayar dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar 1% (satu persen) per bulan dari jumlah Pajak yang kurang dibayar, dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 71 PP 35 Tahun 2023)